Banjir Lahar Dingin

Posted by chemistlink

VIVAnews –Merapi sudah tenang. Tak ada lagi awan panas. Kampung-kampung yang Oktober lalu rata dilumat wedhus gembel, kini ramai dikunjung pelancong. Mereka berfoto di lokasi itu, lalu menyimpannya sebagai kenangan.

Tapi warga masih diminta waspada. Sebab ancaman belum seluruhnya pergi. Dan kali ini ancaman itu datang dalam bentuk banjir lahar dingin. Rabu, 5 Januari 2011, misalnya, banjir lahar dingin itu menggulung dari Merapi, lalu menerjang Dusun Gempol. Dusun itu terletak di Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Magelang Jawa Tengah.

Banjir itu bukan saja membawa lahar, tapi juga batu-batu berukuran raksasa. Pada banjir lahar dingin, Senin 3 Januari 2011, batu-batu besar seukuran minibus menghantam wilayah-wilayah di sekitar kali Opak, Sleman, Yogyakarta.

Lahar dingin yang menyapu hari Rabu lalu, menghantam jembatan di Salam, hingga ambruk. Jalur Magelang- Yogyakarta putus. Rumah-rumah warga di sekitar sungai terbenam. Bukan oleh air, tapi lumpur dan pasir yang memadat.

Air bah juga menghayutkan kendaraan. Material vulkanik yang memadat menyumbat sungai, menyebabkan aliran lahar dan air berbelok ke kebun dan kampung. Itu adalah banjir lahar terbesar sejak Merapi meletus pada tahun 2010.

Gawatnya, belum semua material erupsi Merapi, yang jumlahnya diperkirakan 30 juta meter kubik, sudah turun. “Estimasi saya baru 10 persen material yang terbawa banjir. Masih banyak di puncak,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), Subandriyo, saat dihubungi VIVAnews.com, Jumat, 7 Januari 2011.

Subandriyo mengingatkan bahwa bukan tak mungkin banjir lahar yang lebih besar akan terjadi.

Itu sebabnya, usai memantau aktivitas Merapi, semua petugas BPPTK kini mengawasi ancaman banjir lahar dingin. Tak cuma di lereng, semua sungai yang berhulu di kaki Merapi berpotensi banjir lahar. Apalagi material vulkanik saat ini telah memenuhi aliran sungai. “Sudah over,” kata Subandriyo. Jadi, upaya pengerukan dan pembuatan tanggul harus segera dilakukan.


Yang juga mendesak dan harus diutamakan adalah keselamatan penduduk di bantaran sungai. Misalnya saja penduduk yang tinggal di daerah aliran sungai Code, air bisa meluap sewaktu-waktu.Saat peringatan dini muncul, warga tak punya pilihan, harus menghindar dari daerah aliran sungai, juga wilayah yang dijangkau luapan banjir.

Dari catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), berdasarkan data curah hujan selama lebih satu dekade terakhir diketahui kawasan Kaliurang – lereng Merapi -- terjadi rata-rata curah hujan bulanan mencapai 508 milimeter pada bulan Januari dan 514 milimeter pada bulan Februari.

Tingginya curah hujan pada bulan-bulan tersebut menunjukkan bahwa puncak musim hujan di puncak Merapi terjadi bulan Januari dan Februari pada setiap tahunnya. Itu artinya dalam dua bulan ini, banjir lahar dingin sangat mungkin mengancam.

Belajar dari Kolombia

Ahli dari BMKG, Daryono mengingatkan bahwa jangan pernah remehkan ancaman banjir lahar dingin. Sebab, lanjutnya, sejarah mencatat bahwa banjir lahar tak kalah mematikan dari erupsi gunung berapi. Salah satu contoh bencana banjir lahar paling merusak di dunia adalah banjir lahar pasca erupsi Gunung Nevado del Ruiz di Kolombia tahun 1985.

Kala itu, dalam waktu empat jam setelah letusan, yang disusul hujan deras, lahar meluncur deras sejauh 100 kilometer. Malapetaka pun terjadi: lebih dari 23.000 orang tewas, sekitar 5.000 orang terluka, dan lebih dari 5.000 rumah hancur di sepanjang Chinchina, Guali, dan Sungai Lagunillas.

Kerusakan paling parah menimpa Kota Armero yang berlokasi di mulut ngarai Lagunillas Rio. Tiga perempat dari 28.700 penduduk kota tewas secara tragis akibat banjir lahar pada 13 November 1985.

Peristiwa mengerikan ini selanjutnya dikenang sebagai tregedi Armero-Chinchina. Ini bencana banjir lahar paling mematikan yang tercatat dalam sejarah. "Ini adalah fakta bahwa dampak banjir lahar justru bisa lebih berbahaya daripada erupsi gunung api itu sendiri," kata Daryono, dalam makalah yang dimuat situs BMKG.

Contoh lain adalah bencana banjir lahar di Gunung Pinatubo, Filipina. Sejak meletus tahun 1991, banjir lahar telah menghancurkan 100 ribu rumah di lereng dan dataran kaki gunung itu.

Oleh karenanya, lanjut Daryono, perlu dikembangkan upaya mitigasi banjir lahar Merapi: peringatan dini banjir lahar, berupa sistem monitor dan warning banjir lahar.

Peralatan yang dinilai penting, selain sinyal transmisi dan kamera CCTV yang sudah terpasang di beberapa titik di Merapi, adalah beroperasinya sistem pemantau curah hujan otomatis yang dipasang di puncak Merapi. Alat ini mampu memantau tingginya intensitas curah hujan secara telematri, realtime dan terintegrasi di pusat pemantauan.

Instrumen peringatan dini lain yang perlu dipertimbangkan adalah sistem monitor aliran lahar yang dapat mendeteksi vibrasi tanah saat terjadi rayapan banjir lahar. “Seluruh sistem ini memungkinkan memberi peringatan dini untuk menekan sekecil mungkin kerugian baik harta maupun jiwa penduduk di sekitar jalur sungai yang berhulu di puncak Merapi.”

Apalagi, untuk menghabiskan deposit material vulkanik hasil erupsi dibutuhkan waktu tiga hingga empat musim hujan.

sumber : www.vivanews.com

Samhasari Desthi M (08303244007)

0 comments:

Post a Comment